banner 970x250

Polemik Tambang Ilegal di Parigi Moutong, Sekretaris BPBD Bilang Begini

Sekretaris BPBD Parigi Moutong, Rivai,ST.,M.Si./Foto : IST

Noteza.id | Parigi Moutong – Lima hari pasca bencana longsor yang terjadi di lokasi tambang ilegal di Desa Buranga Kecamatan Ampibabo, hingga saat ini masih menyimpan duka mendalam bagi keluarga korban yang wafat akibat insiden tersebut.

Tidak hanya itu, peristiwa yang menelan sebanyak 8 korban meninggal dunia tersebut menuai polemik di masyarakat, diwarnai dengan hujan kritikan serta kecaman. Mulai dari masyarakat biasa, Mahasiswa hingga aktivis lingkungan, mengarahkan protesnya kepada Pemangku kebijakan dan aparat penegak hukum.

Mereka mengecam aktivitas tambang ilegal itu dan menuntut Pemkab Parimo untuk segera mengambil tindakan tegas dengan menutup seluruh lokasi Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Kabupaten Parimo.

Atas kejadian yang memilukan itu, Rivai ST MSi, Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Parimo, merespon dengan menuliskan catatan singkat terkait aktifitas pertambangan di wilayah Parimo.

“Sampai hari ini, korban akibat bencana di lokasi tambang Desa Buranga Kecamatan Ampibabo sudah mencapai 8 Orang yang meninggal. Disisi lain akibat bencana ini, aktivitas tambang emas ilegal di tempat lain di wilayah kabupaten Parigi Moutong juga langsung terhenti.

Keberadaan tambang emas ilegal memang selalu menimbulkan kontroversi. Antara urusan “perut” masyarakat kecil, siapa pemilik modal dan dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan ini.

Tidak bisa dipungkiri keberadaan tambang ilegal ini bagi sebagian masyarakat sekitar merupakan berkah ditengah pendemi saat ini. Perputaran ekonomi bagi orang yang bekerja di lokasi tambang, munculnya usaha warung kelontong disekitar tambang, penyuplai bahan bakar, usaha penyewaan alat berat sampai dengan usaha akomodasi yang merasakan berkah.

Namun hal ini seiring dengan dampak yang ditimbulkan seperti keadaan air sungai, sulit dan mahalnya bahan bakar bagi petani dan nelayan, bencana longsor, tidak adanya penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta kerusakan lingkungan lainnya.

Bagi sebagian orang melegalkan lokasi tersebut menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) merupakan solusi. Mari kita lihat :

1. Perda No.6 Tahun 2020 tentang RTRW Kabupaten Parigi Moutong Tahun 2020 SD 2040, dalam ketentuan umum peraturan zonasi tata ruang di kawasan perkebunan memperbolehkan dengan syarat kegiatan pertambangan jika berdasarkan penelitian dan pengkajian memiliki nilai ekonomis bagi daerah, namun dilakukan secara terbatas dan bersyarat sesuai peraturan yang berlaku.

Catatan : sebagian besar lokasi pertambangan ilegal saat ini berada pada kawasan perkebunan.

2. Ditariknya kewenangan propinsi mengeluarkan izin pertambangan dengan keluarnya UU No.3 Tahun 2020 tentang perubahan UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dengan keluarnya peraturan ini maka kewenangan pengelolaan dan perijinan mineral dan batu bara adalah pemerintah pusat, dikecualikan untuk izin pertambangan batuan yang kewenangannya tetap didelegasikan ke propinsi.

Hal lain yang baru aturan ini adalah Pemda mengusulkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), WPR maksimal 100 hektar, Izin Pertambangan Rakyat (IPR) perseorangan maksimal 5 hektar dan koperasi paling luas 10 hektar.

Namun satu hal yang pasti bahwa pertambangan rakyat TIDAK BOLEH MENGGUNAKAN ALAT BERAT (Mis. Excavator) DAN BAHAN PELEDAK.

3. Pengajuan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) tambang emas di Lobu Kecamatan Moutong oleh Bumdes Lobu sejak tahun 2018 sampai saat ini tidak ada titik cerahnya. Padahal semua syarat dari kabupaten seperti rekomendasi tata ruang dan dokumen UKL UPL telah di buat dan disetujui. Mungkin saja ada beberapa syarat yang belum dapat dipenuhi Karena pengurusan selanjutnya merupakan kewenangan propinsi (saat itu).

4. Kasus lain, pengajuan IUP OP (Operasi Produksi) pertambangan non mineral (galian C) oleh Bumdes Sausu Taliabo telah disetujui (bukan izin tambang rakyat).

5. Pertambangan rakyat harus memerhatikan Sumber daya manusia yang berkualitas, sumber pendanaan (pemodal) yang ingin bekerjasama dan pengawasan ketat dari pemerintah daerah maupun pusat.

Dari beberapa hal diatas dapat disimpulkan bahwa pengajuan Izin Pertambangan Rakyat bukanlah hal yang mudah. Pengajuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) melalui Bumdes bisa saja memberikan solusi tetapi harus bisa menyiapkan biaya yang besar seperti biaya iuran tetap (landrent) dan biaya reklamasi.

Apapun jalan yang ditempuh untuk melegalkan pertambangan yang ada, pada akhirnya menuju satu titik bahwa potensi sumber daya alam kabupaten ini harus lah memberikan manfaat bagi masyarakat dan bagi daerah melalui pemasukan PAD dan tentunya tidak kalah pentingnya adalah kerusakan lingkungan harus dapat diminimalisir,” tulis Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPRP Parimo tahun 2017-2019 itu seperti dikutip dari postingan akun facebook Parimo Tarung, Minggu (28/2/2021).

Diakhir postingan, Rivai turut mendoakan para korban yang gugur dalam peristiwa longsor di tambang Buranga pada Rabu, 24 Februari 2021 yang lalu.

“Teriring duka cita yang mendalam bagi keluarga korban bencana tambang emas buranga. Semoga almarhum/almarhumah diberikan tempat terbaik disisi Tuhan Yang Maha Esa dan keluarga diberikan ketabahan dan keiklasan..Amin,” tutup mantan Sekretaris Dinas PUPRP Parigi Moutong itu.

(Bobz)