Petani sedang memperjuangkan hak mereka
NOTEZA.ID, BANGGAI – Para petani yang sedang memperjuangkan hak mereka atas tanah menilai bahwa PT Agro Nusa Abadi (ANA) telah melakukan upaya mengadu domba di antara masyarakat.
Mereka menyebut perusahaan memanfaatkan lembaga adat untuk menekan petani.
“Perusahaan menggunakan lembaga adat untuk membenturkan masyarakat petani,” ungkap RS, salah satu petani yang turut memperjuangkan hak mereka.
Petani khawatir bahwa tindakan PT ANA tersebut bisa berpotensi memicu konflik horizontal di masyarakat.
Sementara itu, PT ANA juga dinilai tidak menghormati proses mediasi yang diinisiasi Pemerintah Daerah (Pemda) Morowali Utara.
Dalam kesepakatan pada 21 Mei 2024 lalu, Pemda Morowali Utara menginstruksikan agar desa yang berada di sekitar wilayah operasional PT ANA, yakni Desa Bunta, Tompira, Bungintimbe, dan Towara, melakukan verifikasi lahan masyarakat untuk keperluan pelepasan lahan.
Sesuai berita acara, Desa Bunta dan Tompira diharapkan segera menyelesaikan persoalan batas wilayah mereka.
“Penting untuk mengevaluasi pelepasan lahan seluas 282 hektar di Desa Bunta, karena dikhawatirkan masuk dalam wilayah Desa Tompira,” jelas salah seorang petani.
Para petani juga mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah untuk menarik personelnya yang saat ini berada di area PT ANA.
Menurut mereka, konflik ini merupakan ranah perdata agraria dan tidak seharusnya ada kriminalisasi yang berpotensi mengarah pada pemenjaraan petani.
Selain itu, para petani menuntut agar PT ANA segera dievaluasi dan diberi tindakan tegas, karena perusahaan diduga tidak memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) selama 17 tahun beroperasi.
“Kami para petani terus disalahkan, sementara perusahaan seolah mendapat perlindungan dari aparat,” pungkas salah seorang petani.