Suatu Gerak Kebaikan
Beli Tema IniIndeks

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Pimpin Proses Keadilan Restoratif dalam Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Agus Salim S.H., M.H, bersama dengan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Dr. Emilwan Ridwan, S.H., M.H, memimpin permohonan penghentian penuntutan berdasarkan prinsip keadilan restoratif. FOTO : Istimewa

Noteza.id – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Agus Salim S.H., M.H, bersama dengan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Dr. Emilwan Ridwan, S.H., M.H, memimpin sebuah inisiatif penting dalam proses peradilan. Mereka kembali memimpin permohonan penghentian penuntutan berdasarkan prinsip keadilan restoratif melalui Cabang Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una di Wakai.Senin, 07 Agustus 2023

Proses ini, yang diadakan di Ruang Video Conference (Vicon) Lantai 3 Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, menggabungkan teknologi virtual dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan yang adil bagi semua pihak terkait. Dalam pemaparan kasus ini, mereka berkolaborasi dengan Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda, Agnes Triani, S.H. M.H, dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Pada saat yang sama, di Aula Vicon Lantai 3, Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Fithrah, S.H., M.H, dan sejumlah Kasubag Tindak Pidana Umum serta staf dari Pidum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah turut hadir dalam proses tersebut.

Kasus yang menjadi fokus dalam proses keadilan restoratif ini melibatkan seorang tersangka bernama Moh. Syahrifar alias Ril. Tersangka diduga melanggar pasal 44 ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Namun, dalam upaya mengutamakan pendekatan keadilan restoratif, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah mengajukan penghentian penuntutan atas kasus tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. Permintaan Maaf dan Pengampunan: Tersangka telah dengan tulus meminta maaf kepada korban atas tindakannya.
  2. Rekonsiliasi: Korban telah memberikan pengampunan kepada tersangka, mengindikasikan adanya usaha untuk memulihkan hubungan antara keduanya.
  3. Pelaku Pertama Kali: Tersangka merupakan pelaku tindak pidana pertama kali, yang menunjukkan adanya potensi untuk mengubah perilaku.
  4. Ancaman Pidana yang Proporsional: Ancaman pidana yang dihadapi oleh tersangka tidak melebihi 5 tahun, yang sesuai dengan batasan yang diterapkan dalam proses keadilan restoratif.
  5. Janji untuk Tidak Mengulangi Perilaku: Tersangka berkomitmen untuk tidak mengulangi perbuatannya di masa mendatang.
  6. Respons Positif Masyarakat: Keputusan untuk menghentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif mendapatkan respons positif dari masyarakat.

Keputusan ini mencerminkan komitmen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah untuk memprioritaskan pendekatan yang memungkinkan rekonsiliasi dan pemulihan, selain dari hukuman pidana yang kaku. Proses ini menjadi contoh bagaimana keadilan restoratif dapat membawa dampak positif dalam menangani kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, dengan mengedepankan rekonsiliasi dan perubahan perilaku sebagai tujuan utama.