
Noteza.id – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Dr. Bambang Hariyanto, bersama Aspidum Kejati Sulteng, Fithrah, S.H., M.H., memimpin ekspos permohonan penghentian penuntutan melalui pendekatan keadilan restoratif. Ekspos ini mencakup lima perkara dari tiga kejaksaan negeri berbeda, yaitu Palu, Tojo Una-Una, dan Donggala, yang dilakukan secara virtual dari ruang vicon lantai 3, kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
Acara tersebut dihadiri oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum, beserta jajarannya. Hadir pula jajaran pidum Kejati Sulteng dan Kasi Penkum Kejati Sulteng, Laode Abd. Sofian, S.H., M.H.
Berikut adalah rincian kasus yang diajukan untuk penghentian penuntutan:
1. Kasus Kaharuddin Hi. Abd. Halim alias Gola (Kejaksaan Negeri Palu)
Kaharuddin terlibat dalam pencurian barang milik kakaknya sendiri, berupa satu tandon air dan dua etalase kaca. Barang-barang tersebut dijual seharga Rp 2.150.000,- untuk kebutuhan sehari-hari. Saksi korban, Iip Sapitri, telah memaafkan Kaharuddin. Pertimbangan penghentian penuntutan antara lain:
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Tindak pidana hanya diancam pidana penjara maksimal 5 tahun.
- Tersangka adalah adik kandung korban dan merupakan tulang punggung keluarga.
- Kesepakatan damai telah tercapai secara lisan dan tertulis pada 11 Juli 2024.
2. Kasus Ofel Febrianto Taduga alias Ofel (Kejaksaan Negeri Palu)
Ofel melakukan pencurian terhadap orang tua angkatnya, Alwin Yati Sambue, dengan mencuri satu unit handphone Oppo A77s. Barang tersebut dijual untuk kebutuhan pribadi. Saksi korban memaafkan Ofel dengan pertimbangan:
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Tindak pidana diancam pidana penjara maksimal 5 tahun.
- Ofel adalah ponakan kandung sekaligus anak angkat korban.
- Kesepakatan damai telah dicapai pada 11 Juli 2024.
3. Kasus Lukman Nulhakim B. Paneo alias Lukman (Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una)
Lukman mencuri sepeda motor milik saksi korban, Faziah alias Pao, dengan alasan tidak ada tumpangan pulang ke Poso. Pertimbangan penghentian penuntutan meliputi:
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Kesepakatan damai telah tercapai antara korban dan tersangka.
- Tersangka merupakan tulang punggung keluarga dengan tiga anak yang masih sekolah.
4. Kasus Yusran Lamoto alias Yusran (Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una)
Yusran melakukan penganiayaan ringan terhadap saksi korban, Yudi, setelah sapi milik Yusran memakan tanaman di halaman rumah Yudi. Alasan penghentian penuntutan adalah:
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Tersangka dan korban sepakat berdamai dengan syarat ganti rugi biaya pengobatan Rp 2.000.000,-.
- Tersangka dan korban tinggal bertetangga, dan kesepakatan damai dapat menciptakan suasana kekeluargaan.
5. Kasus Alfiat Labaua (Kejaksaan Negeri Donggala)
Alfiat didakwa melanggar undang-undang perlindungan anak setelah menampar dan mencubit anak Moh. Hafiz Ramadhan. Penghentian penuntutan dipertimbangkan karena:
- Terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Terdakwa memberikan santunan Rp 5.000.000,- kepada korban.
- Kesepakatan damai telah dicapai, dan masyarakat setempat merespon positif.
Semua kasus tersebut memenuhi persyaratan keadilan restoratif berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022. Atas dasar itu, JAMPIDUM menyetujui penghentian penuntutan kelima perkara tersebut berdasarkan keadilan restoratif.
Dengan penghentian penuntutan ini, diharapkan perdamaian dapat tercipta dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat, serta mengurangi beban peradilan di Indonesia.