NOTEZA.ID, BANGGAI – Warga Desa Kayowa dan Hungguh kembali dibuat marah oleh PT KLS setelah perusahaan tersebut mengklaim lahan seluas 20 hektar sebagai milik mereka. Hal ini menimbulkan protes keras dari masyarakat, terutama karena lahan tersebut sebelumnya diketahui berstatus Hutan Produksi Konversi (HPK).
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kayowa menegaskan bahwa lahan tersebut bukan milik PT KLS.
Masyarakat berharap pemerintah setempat mempertimbangkan persoalan ini dengan bijak demi kepentingan warga yang ingin memanfaatkan lahan untuk berkebun.

Rusman Datu Adam, Ketua Kelompok Tani, merasa dirugikan setelah PT KLS memasang papan bertuliskan kepemilikan lahan tanpa adanya koordinasi, konfirmasi, atau sosialisasi sebelumnya.
“Saat papan itu dipasang, saya dan warga tidak diberi tahu sama sekali. Tiba-tiba saja muncul tanda bahwa lahan ini milik PT KLS,” ujar Rusman.
Senada dengan Rusman, tokoh pemuda Desa Kayowa, Fahrudin L. Mapatunru, menilai tindakan PT KLS sebagai indikasi perampasan lahan.

Ia menyayangkan langkah perusahaan yang dianggap menghalangi masyarakat dalam mengembangkan perkebunan mandiri.
“Kami akan melaporkan hal ini ke pihak terkait, termasuk Kantor ATR/BPN Banggai, agar ada solusi dan kejelasan status lahan tersebut,” tegas Fahrudin.
Warga Desa Kayowa sebelumnya berencana menggunakan lahan itu untuk bercocok tanam, namun tiba-tiba dilarang setelah PT KLS memasang papan klaim kepemilikan. Keputusan ini sontak memicu kekecewaan dan kemarahan masyarakat setempat.

Masyarakat berharap ada solusi yang adil dan pemerintah turun tangan untuk menyelesaikan polemik ini agar mereka bisa tetap menggarap lahan yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka.
( Editor : Dewi Qomariah )