Noteza.id | Parigi Moutong – Yayasan Cappa Keadilan Ekologi yang berpusat di Kota Jambi melakukan Audiensi bersama Bupati Parigi Moutong H Samsurizal Tombolotutu bertempat di Lolaro Tinombo, Rabu (22/9/21).
Koordinator yayasan Cappa Keadilan Ekologi untuk Parigi Moutong Onna Samada dalam pengantar prolognya mengatakan, peran dan akses masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) merupakan suatu hal yang pokok untuk dilakukan, karena masyarakat masih menghadapi kendala untuk memperoleh keadilan dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
Kata Onna Samada, masyarakat sering kali dipinggirkan dari hak-hak yang seharusnya mereka terima serta keterbatasan dalam mengakses keadilan sehingga dapat menjerumuskan masyarakat kedalam kemiskinan.
Onna menjelaskan, problem akses hukum dan keadilan bagi kelompok masyarakat miskin bersifat sosial politis yakni mencakup dua hal yaitu faktor kebijakan dan ketimpangan serta lemahnya pengetahuan dan keseimbangan posisi tawar kelompok miskin ketika berhadapan dengan investasi dan kekuasaan di tingkat lokal.
Dalam persepektif lingkungan hidup dan kehutanan kata dia, sedikitnya di Indonesia terdapat kurang 25.383 Desa dengan jumlah penduduk kurang lebih 48,8 juta jiwa berada di dalam dan disekitar kawasan hutan, serta masyarakat yang bermukim di kawasan hutan tersebut diantaranya hidup miskin dan perlu mendapatkan perlindungan hukum dari kerentanan akibat eksploitasi sumber daya alam lainnya apalagi masyarakat di daerah konflik dimaksud belum memiliki kemampuan dan kesadaran hukum yang memadai, sehingga perlu dukungan memperoleh keadilan dalam menyelesaikan konflik dan sengketa melalui prosedur yang tepat dan cepat.
“Saat ini pemerintahan Jokowi sedang konsen dalam menyelasaikan konflik tenurial dan pengelolaan sumberdaya alam khususnya konflik yang berkenaan dengan kawasan hutan dan sumberdaya alam,” tuturnya.
Salah satu strategi Pemerintahan Jokowi dalam penyelesaian konflik adalah melalui skema reforma agraria yakni Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), Perhutanan Sosial dan Hutan adat.
Di Provinsi Sulawesi Tengah memiliki kawasan hutan seluas 3.934.568 hektar (SK Menhut Nomor 869 Tahun 2014), hal itu menurut Onna, menjadikan Sulawesi Tengah sebagai provinsi di pulau Sulawesi yang memiliki luas daratan yang sangat besar mencapai 6.552.672 Ha dimana lebih dari 3 juta hektar merupakan kawasan hutan. Dari luasan tersebut sebagian besar telah dikuasai oleh industri ekstraktif melalui berbagai izin industri. Saat ini terdapat ± 412 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 3 unit Kontrak.
Kata ia Kontrak Karya (KK) pertambangan yang menguasai total lahan lebih dari 2 juta Ha, sementara perkebunan sawit menguasai lahan seluas 693.699,60 Ha, dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) menguasai lahan seluas 610.125 hektar.
Jika diakumulasi secara keseluruhan kata ia, lahan yang telah dibebani perizinan itu melebihi 3 juta hektar, atau separuh dari luas daratan Sulawesi Tengah sudah dibebani izin pengelolaan di sektor tambang, perkebunan dan kehutanan. Akumulasi penguasaan lahan tersebut secara legal formal mendapat pengakuan dari pemerintah.
Lanjut Onna, ketimpangan dan persaingan dalam penguasaan lahan dan sumber penghidupan, ditambah klaim hutan negara terhadap wilayah kelola rakyat telah melahirkan dan memicu konflik tenurial khususnya yang berkenaan dengan kawasan hutan.
Permasalahan, perlu dikoreksi dengan kebijakan negara yang melindungi dan mengakui wilayah kelola dan sumber penghidupan rakyat. Kebijakan TORA, perhutanan sosial dan hutan adat merupakan skema kebijakan negara yang memberikan peluang untuk hal tersebut.
Disisi yang lain pendekatan resolusi konflik dalam konflik sumberdaya alam perlu terus didorong agar menghindarkan koflik terbuka masyarakat dengan pihak lain.
“Kondisi objektif inilah yang kemudian mendorong Yayasan Cappa Keadilan Ekologi untuk mendampingi 7 Desa yang berada di Kabupaten Parigi Moutong dalam program Perhutanan Sosial dengan Skema Hutan Desa. Selama pendampingan ada beberapa capaian yang telah didapat yaitu 5 desa telah mendapatkan SK HPHD dan 2 Desa dalam proses Pengusulan,” terangnya.
“Tujuan kegiatan untuk memberikan informasi terkait pendampingan yang dilakukan. Menjelaskan kerja kerja yang sudah laksanakan oleh desa dalam hal perhutanan sosial, merumuskan agenda bersama hasil yang ingin dicapai, adanya kerja sama yang terbangun antara Yayasan Cappa Keadilan Ekologi
bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Parigi Moutong dalam meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar kawasan hutan melalui program Perhutanan Sosial, serta pendekatan resolusi konflik menjadi pendekatan utama dalam penyelesaian,” tambahnya.
Bupati Parigi Moutong H Samsurizal Tombolotutu saat menerima Cappa mengatakan, organisasi atau lembaga apapun yang masuk ke Parigi Moutong semuanya diterima, dengan ketentuan harus melapor atau terdaftar di Badan Kesatuan Bangsa (Kesbangpol) Parigi Moutong dengan tujuan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
“Organisasi apa saja masuk ke Parigi Moutong kami terima, dengan ketentuan harus melapor atau terdaftar di Kesbangpol Parigi Moutong. Karena saat ini banyak organisasi atau lembaga yang tidak mempunyai badan hukum sehingga ketika melakukan suatu kegiatan awalnya berjalan baik tetapi pada akhirnya hanya merugikan masyarakat kita atau masyarakat Desa itu sendiri,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Parigi Moutong Ir Irfan Maraila MSi menyambut baik dengan hadirnya Cappa, karena Cappa kata Irfan merupakan lembaga yang bergerak membantu masyarakat Desa dalam hal pengelolaan kawasan hutan bahkan pertambangan.
“Kami sambut baik atas hadirnya Cappa, tetapi tolong tetap melapor ke Kesbangpol. Perlu juga saya himbau kepada para Kades untuk tidak membuka akses Pertambangan emas dengan menggunakan alat berat. Yang disebut pertambangan rakyat yaitu mendulang bukan menggunakan alat berat karena itu dapat merugikan masyarakat,” tegasnya.
Ikut dalam audiensi itu Pemerintah Kecamatan Sidoan dan Pemerintah Kecamatan Tinombo. Pemerintah Desa, dan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD).
Boby Monareh
Diskominfo Parigi Moutong